I. PENDAHULUAN
Perilaku manusia (human behavior) merupakan aspek penting yang menjadi pusat perhatian para ahli didalam bidang Ilmu Keselamatan. Heinrich (1928), dari kajiannya terhadap data kompensasi kecelakaan kerja, mendapatkan bahwa kecelakaan umumnya disebabkan oleh karena kondisi yang tak aman (unsafe condition) dan tindakan yang tak aman (unsafe Act).
Didalam bidang Ilmu Kesehatan Kerja, masalah perilaku juga mendapat perhatian yang besar oleh temuan yang menunjukkan bahwa cara atau gaya hidup (life style) yang tak sehat mempengaruhi meningkatnya angka penyakit. Peran ilmu-ilmu perilaku tidak saja tampak dalam bidang keselamatan dan kesehatan tetapi juga tampak didalam perkembangan ilmu manajemen dan organisasi. Yakni dengan berkembangnya istilah “pendekatan manusia” (human approach) dalam bidang manajemen, dan sebutan “era hubungan antar manusia” (human relation era) sebagai salah satu tahapan dalam sejarah perkembangan ilmu manajemen dan organisasi.
Dari uraian diatas, jelas bahwa aspek perilaku manusia merupakan aspek penting, yang perlu difahami dengan benar, baik teori, model atau konsep perilaku secara umum, yang paling mendasar, dan yang berkembang didalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja.
II. TINJAUAN KASUS
Satu tinjauan kasus yang sederhana, mengapa seringkali seseorang melakukan komunikasi dengan telepon genggam sewaktu mengemudi kendaraan, padahal risiko kecelakaan yang mungkin terjadi cukup besar, karena ketika mengemudi diperlukan konsentrasi yang tinggi. Pendekatan model yang diambil adalah Teori Kognisi Sosial (Social Cognitif Theory), dan Teori Human Factor (Shell Model).
Alasan dilakukan pendekatan melalui teori Kognisi Sosial ini adalah :
• teori ini merupakan pendekatan sistim, dan cukup sederhana untuk diterapkan dalam safety
• sebagai dasar dari berkembangnya teori Behavior Based Safety (BBS) dan Safety Culture (SC)
• bahwa perilaku seseorang tidak hanya ditentukan oleh faktor individu yang bersangkutan, tetapi ada faktor lain diluar dirinya, yang saling berinteraksi, yang dapat menyebabkan berubahnya perilaku orang tersebut.
Sementara itu, sebagai perbandingan dengan gambaran pada teori Kognisi Sosial ini, dipilih teori Human Factor, dengan alasan :
• teori ini menyatakan bahwa interaksi antara manusia dengan faktor lain diluar dirinya, baik dengan manusia lain, lingkungan, ataupun sistim (prosedur, peraturan, peralatan), akan mempengaruhi perilaku manusia yang dapat menyebabkan kesalahan/ kecelakaan
• interaksi/interface dari faktor-faktor tersebut yang akan menentukan terjadinya kesalahan tersebut, bukan elemen faktor semata
• teori ini diterapkan dalam industri penerbangan, yang memerlukan konsentrasi tinggi pada saat melakukan aktivitasnya
• teori ini merupakan pendekatan sistim dan ergonomic, yang dalam konteks yang lebih luas, bersinonim dengan faktor manusia, yang mencakup perilaku dan pencapaian manusia
III. PEMBAHASAN
1) Teori Kognisi Sosial (Social Cognitif Theory/SCT)
Apabila kita ingin mengetahui faktor apa yang melatarbelakangi perubahan perilaku seseorang, salah satu cara untuk memahaminya dapat menggunakan pendekatan Teori Kognisi Sosial (SCT). Teori Kognisi Sosial, memandang bahwa perubahan tingkah laku
bukan hanya ditentukan oleh faktor individu, tetapi juga ditentukan oleh faktor lingkungan dan sosial. Menurut Bandura (1963), perilaku seseorang dapat dijelaskan melalui hubungan tiga faktor yang satu sama lainnya saling menentukan, yaitu faktor individu, lingkungan dan perilaku. Ketiganya memiliki interaksi yang bersifat dinamis, sinambung dan juga bersifat timbal balik, dimana perubahan pada salah satu faktor akan mempengaruhi kedua faktor lainnya.
Tingkah laku dapat dijelaskan melalui terminologi timbal balik yang bersifat triodik, yaitu antara tingkah laku, manusia dan lingkungan. Menurut Teori Kognisi Sosial, kebanyakan tingkah laku dapat dipelajari dan bahkan dimodifikasi. Pengamatan seseorang terhadap tingkah laku orang lain ataupun pembelajaran dari suatu peristiwa tertentu, akan menjadi sangat penting. Sementara itu, persepsi seseorang terhadap lingkungan, adalah terkait dengan situasi. Pembelajaran pada kognisi dan keahlian dalam bertingkah laku untuk mengendalikan suatu situasilah yang mendukung seseorang untuk dapat berperilaku aman. Dalam hal adanya kebiasaan seseorang yang menggunakan telepon genggamnya pada saat mengemudi, dapat ditentukan oleh pemahaman dan kemampuan seseorang yang tidak maksimal untuk menampilkan suatu perilaku yang aman.
Pengaruh tingkah laku terhadap lingkungan, dapat berupa fisik, sosial, kultural, ekonomi, politik atau situasi secara alamiah. Lingkungan dapat memfasilitasi ataupun mencegah tingkah laku. Dalam proses timbal balik ini, pola interaksilah yang menentukan suatu tingkah laku dapat diterima. Satu hal yang perlu diingat, tingkah laku juga dipengaruhi oleh lingkungan dan individu.
Penampilan individu yang berhubungan dengan tingkah laku, memiliki dampak yang penting terhadap pencegahan suatu kecelakaan. Konsep yang berhubungan dengan kapasitas dasar individu dalam membentuk suatu perilaku diri, yang selanjutnya
berinteraksi, menerima respon dan mendapat stimulus dari perilaku individu lain atau lingkungan, akan memberi pengaruh perubahan pada perilaku seseorang. Misalnya, ketika seseorang terbiasa melihat orang lain untuk menggunakan telepon genggam sambil mengemudi, maka dengan sendirinya ketika ia melakukan hal yang sama, ia tidak merasakan adanya sesuatu yang salah dengan hal tersebut. Apalagi, sepertinya tidak ada peraturan khusus yang memberikan sanksi untuk itu.
HUMAN FACTOR MODEL
2) Human Factor (Shell Model)
Sementara Teori Human Factor memandang bahwa kegagalan atau kesalahan manusia dapat terjadi akibat interaksi antara manusia (Liveware) dengan manusia lain (Liveware) dengan lingkungan (Environment) dan dengan prosedur, peraturan (Software) serta dengan peralatan, mesin (Hardware) dan seterusnya.
Hampir sebagian besar perilaku manusia merupakan hasil dari proses belajar, baik melalui stimulus, respon (tanggapan), dan observasi (pengamatan). Sementara itu failure (kegagalan), dapat disebabkan oleh kesalahan (pemahaman, kemampuan atau peraturan) dan dapat pula disebabkan oleh pelanggaran (baik rutin atau non-rutin). Kesalahan yang disebabkan oleh rasa tidak mau tahu akan adanya risiko kecelakaan sewaktu menggunakan telepon genggam pada saat mengemudi, dan tidak adanya peraturan khusus yang melarang orang untuk menggunakan telepon genggam pada saat mengemudi, menyebabkan perilaku seperti ini dianggap sah saja untuk dilakukan.
Ada dua hal yang mempengaruhi perilaku manusia :
1. Internal (genotype, dari dalam diri)
2. Eksternal (fenotype, berasal dari luar diri, tergantung pada respon dan stimulasi)
Dalam kasus ini pendekatan yang akan disampaikan adalah melalui pengaruh eksternal. Pada dasarnya manusia berperilaku melanggar suatu aturan karena tiga hal, yaitu : tidak tahu, tidak mampu, atau tidak mau tahu. Untuk itu kita akan memberi pendekatan bagi orang yang tidak tahu menjadi tahu dengan cara memberi informasi. Yang tidak mampu dibantu dengan pembiasaan diri, sedangkan yang tidak mau tahu harus diberi sanksi.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan pendekatan Teori Kognisi Sosial dan Human Factor ini, terlihat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang itu adalah bersifat internal dan eksternal.
Kita tidak dapat mengendalikan sepenuhnya perilaku dari diri seseorang.
Dengan adanya pengaruh timbal balik (reciprocal determinism) pada individu, perilaku dan lingkungan, serta yang terjadi antara manusia (Liveware), dengan manusia (Liveware) lain, lingkungan (Environment) dan dengan prosedur, peraturan (Software) serta dengan peralatan, mesin (Hardware), maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Buat serta pasang peringatan dan informasi tentang risiko menggunakan telepon genggam pada saat mengemudi
2. Tunjukkan gambaran visualisasi kecelakaan yang mungkin terjadi akibat menggunakan telepon genggam pada saat mengemudi
3. Lakukan pengawasan secara rutin di lapangan dan pemeriksaaan secara periodik, yang memaksa setiap orang untuk terbiasa tidak menggunakan telepon genggamnya pada saat mengemudi
4. Selanjutnya, bagaimana perilaku itu sendiri dapat berubah, dapat tercapai melalui mekanisme reinforcement dengan memberikan sanksi tertentu jika tidak melakukan, yang sekaligus mengkondisikan seseorang memutuskan untuk merubah perilakunya demi mendapatkan hal yang terbaik.
Kamis, 24 Januari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar